Kamis, 08 Oktober 2020

EYANG HARTIYO BRONGKOL

Keluarga H.Y. Hartiyo tinggal di kaki Gunung Kelir, sebuah gunung kecil bersebelahan dengan Gunung Telomoyo. Nama desanya adalah Desa Brongkol Kecamatan Jambu Ambarawa Kab. Semarang. Desa Brongkol terkenal dengan buah Duren, yang berbuah melimpah di bulan Januari, Februari dan Maret. Nah kalau anda ingin merasakan lezatnya Duren Brongkol bisa pesen lewat saya. Perkawinan suci yang diberkati Allah pada bulan Februari 1961 di Gereja Katolik Magelang antara Eyang Herman Yosep Hartiyo dan Theresia Inwidiyarti dikaruniai 8 (delapan) Anak terdiri dari 6 Laki-laki dan 2 Perempuan, Jumlah cucu 18(delapan belas) orang, 16 Laki-laki dan 2 Perempuan. Hebat okeh anak lanang.
Eyang H.Y. Hartiyo dilahirkan di Desa Brongkol Ambarawa pada tanggal 7 April 1936 dari keluarga Ngusman Sastro Taruno (Meninggal Desember 1967) dan Elizabet Djasiyam (Meninggal April 1995).
Sedangkan Eyang Theresa Inwidiyarti dilahirkan pada tanggal 6 April 1944 di Laweyan Solo dari keluarga Mulyowidadi (meninggal tahun 26 Juli 1997) dan Welasih (meninggal Juni 1967).
Adapun Anak-anaknya adalah:
  1. Fl. Tyas Eko Raharjo, STS
  2. Rob. Tyas Dwi Prabowo, Amd, Akt
  3. M. Tyas Tri Arsoyo, SH, M.Si
  4. Y. Tyas Catur Pramudi, S.Si, M.Kom
  5. Rosalia Suciningtyas
  6. Yohanes Tyas Endratno
  7. Yovita Diana Ratnaningtyas, S.Kom.
  8. Oscar Tyas Brahmantyo

Eyang H.Y. Hartiyo sangat bahagia dan bersyukur atas karunia Allah berupa anak-anak yang mampu berdikari dan tetap "Ajrih asih marang Gusti", mempunyai semangat mangrasul dan menjadikan karya sebagai usaha untuk memuliakan Nama Allah, dan selalu memberi wejangan untuk tetap setia "Nderek Gusti Yesus" dalam kondisi apapun, serta tidak lupa menjalin ikatan batin dengan "Ibu Maria" dalam doa "Sembah Bekti dan Novena". Eyang menasehati kepada anak-anaknya dalam pekerjaanya agar selalu "jujur lan temen", bersikap "lembah manah andap asor", dan mengutamakan manfaat daripada materi. Hidup itu sejauhmana anda bermanfaat untuk sesama, bukan seberapa materi yang mampu anda kumpulkan.

Eyang bekerja sebagai guru setelah lulus dari SGA Donsbosco Semarang tahun 1956 pernah sebagai kepala sekolah di SD Negri sulang Rembang, kemudian SD Negri Magelang dan terakhir sebagai Guru SMP Pangudi Luhur Ambarawa (1963 s/d 1992).

Senin, 15 Februari 2010

Eyang Putri Dipanggil Tuhan Di Surga

Tepat hari Rabu Pon tanggal 11-11-2009 (tahunnya kalau dijumlah juga sebelas) dan tepat pukul 16.16 Ibu Theresia Inwidiyarti pulang kerumah Bapa di surga setelah dirawat selama 3 hari di rumah sakit St Elizabet Semarang. Ibu meninggalkan Suami (H.Y. Hartiyo) dan 8 anak serta 7 menantu serta 18 cucu. Meninggal 2 jam setelah menerima sakramen Minyak Suci. Banyak kenangan sebelum ibu masuk rumah sakit. Pada hari minggu, pagi hari ibu sudah bangun dan memasakkan oseng-oseng pare kesukaan saya, dan menyuruh saya untuk sarapan. Dan ternyata oseng-oseng pare tersebut adalah masakan terakhir dari ibu untuk saya. Ibu tahu kalau masakan kesukaan saya adalah oseng oseng pare dan daun pepaya. Dan siangnya entah kenapa anak-anak (Rafael dan Yudis) juga merengek mengaja eyangnya untuk pergi ke Gua Maria Kerep Ambarawa, yang akhirnya siang bersama eyang Kakung dan Putri pergi ziarah. Dalam perziarahan setelah berdoa, Yudis tiba-tiba mengajak untuk berjalan melewati ruang Adorasi, dan saat melewati pintu Adorasi, Yudis mengatakan bahwa tempat tersebut membuat rasa nyaman. Magna dari semua itu, pada saat itu saya tidak tahu, dan sempat saya ceritakan pada eyang kakung dan putri. Ternyata setelah Ibu meninggal, baru aku tahu bahwa anak-anak ingin menunjukkan kepada kami bahwa eyang putri diajak di tempat yang nyaman bersama Tuhan di Surga Baka. Ya Tuhan, betapa besar kasih setiaMu, dan terimakasih atas kenangan-kenangan indah bersama ibu. Ibuku adalah ibu yang baik, sabar, tekun, penuh iman dan penuh penyerahan kepada penyelenggaraan Illahi. Terimakasih atas ibu yang baik, yang memberikan nilai-nilai kehidupan akan pengharapan dan iman serta Kasih. Seorang ibu yang membentuk anak-anaknya bukan dengan kecerdasan belaka belainkan dengan nilai-nilai humanistik, penyabar, lembah manah dan andap asor. Semoga nilai-nilai itu selalu membekas dan menjadikan nilai hidup kami anak-anaknya dan cucu-cucunya dalam keseharian. Syukur atas semuanya itu, dan terimalah ibu dalam pangkuan abadimu di surga, dan bahagiakan dia dalam kedamaian abadi.

Senin, 20 Oktober 2008

Halal Bi Halal

Paling tidak setahun sekali kita mempunyai sarana resmi untuk bersilahturahmi kepada saudara-saudara kita. Lebaran berkunjung ke family adalah hal yang wajar, kalau tidak lebaran dolan ke family tentu dikadingareke, dan ada kesan ngrepoti.

Senin, 01 September 2008

Nyadran Ke Leluhur

Nyadran adalah kegiatan mengenang para leluhur yang sudah meninggal dengan cara "nyekar" datang langsung ke makam, serta mendoakannya agar segera disatukan dalam kesempurnaan Illahi di alam baka. Dilakukan menjelang bulan poso dimana umat Islam menunaikan ibadat puasa. Biarpun keluarga kami bukan beragama Islam tetapi tetap menjalankan budaya dan kebiasaan ini turun temurun, dan meyakini budaya ini memang budayanya orang Jowo. Dan kebetulan dalam ajaran Agama Katholik, hal ini tidak dilarang. Sebetulnya Agama Katolik mempunyai budaya yang dikususkan untuk "memule" leluhur yang sudah meninggal, yaitu dibulan November. Sehingga kami sekeluarga minimal empat kali berjiarah untuk mengunjungi makam Leluhur yaitu, Sebelum Poso dan menjelang Lebaran, dan Bulan November serta menjelang Natalan. Eyang Hartiyo selalu mengajak anak-anaknya serta cucu-cucunya untuk berziarah, sambil menceritakan leluhur yang dimakamkan disitu. Sehingga kami sebagai generasi penerus bisa mengenang leluhur yang mengukir jiwaraga. Biasa kami ziarah ke makam Ngembat desa Brongkol Ambarawa. Lokasi makam ditengah sawah dan dipinggirnya ada danau Mbalong, dirimbuni dengan pohon beringin. Diatas ada bukit kecil yang dinamakan Njenggolo Manik, dimana sebagian tanah di Njenggolomanik adalah kepunyaan eyang Hartiyo. Leluhur yang dimakamkan disitu adalah: Mbah Ngusman Sastro Taruno (Dimana sekeluarga kita selalu berdoa di mkam ini karena beliau adalah bapak dari Eyang Hartiyo) Elisabet Djasiyam ini adalah ibu dari Eyang Hartiyo Dilanjutkan dengan leluhur dari Ngusman Sastro Taruno yaitu Mbah buyut Soleman Kakung dan Putri, Makam berlokasi sebelah barat makamnya Ngusman Sastro Taruno. Jalur berikutnya adalah eyang dari mbah buyut Soleman Putri, yaitu Mbah Lurah Kaji, yang menjadi lurah di Desa Brongkol sebelum Lurah Tegaron. Ternyata mbah buyut soleman putri itu dilahirkan di daerah Baran Jalan menuju Mbadungan. Bapak ibunya dimakamkan disitu, dan setelah berkeluarga dengan Mbah Buyut Soleman Kakung yang berasal dari Mendut Banyubiru, mendirikan rumah lagi didesa Brongkol, desa dimana Ibunya berasal. Sedangkan makam nenekmoyang yang banyak kami temukan justru dari keluarga mbah putri Elisabet Djasiyam. Yaitu orang tuanya yang biasa dipanggil mbah Joniti yang mempunyai nama kecil Giman. Lokasi mbah buyut Joniti letaknya disebelah selatan makam Mbah kakung Sastro Taruno. Sedangkan Mbah Buyut Putri dimakamkan jauh sebelah timur, pisah dari lokasi keluarga. Tandanya gampang, diatasnya ada tanda Salib, dulu bekas makamnya adik keluarga Pak Broto (Keluarga Broto adalah guru di desa Brongkol, seorang pendatang yang beragama Katolik, mempunyai anak salah satunya L. Noeryono pendiri AKA). Mbah buyut Putri Joniti ini berasal dari Tlogo Jambu, sehingga kami mempunyai leluhur juga yang ada di Tlogo Jambu. Ada cerita menarik, hubungan antara Hartiyo kecil dengan Mbah Buyut Putri, Orangnya sangat penyayang, cantik (Moblong-moblong), dengan kulit putih wajah bulat badan gemuk. Dimana-mana hartiyo kecil selalu di Gendong, dan saat nutu (menumbuk beras), sering Hartiyo kecil berada digendongannya, sehingga ketiduran karena diayun-ayun.

Rabu, 04 Juni 2008

NGUSMAN SASTRO TARUNO

Terlahir dengan nama Ngusman dilengkapi dengan nama tua Ngusman Satro Taruno, berasal dari desa Brongkol dari orang tua bernama Soleman. Selain petani, Ngusman juga bekerja sebagai Kami Tuo, serta mempunyai keahlian tukang, karena dulu sempat ikut Belanda membangun sarana prasaran saat itu. Kami tuo adalah penasehat Lurah, yang kebetulan Lurahnya adalah adiknya sendiri, namanya Djasman Sastro Atmodjo. Sosok Ngusman Sastro Taruno yang bisa dipanggil Pak Dhe Sastro, dikenal sebagai sosok yang bijaksana, santun, bertanggungjawab, tidak mudah marah, sangat sabar dan tekun beribadah. Maklum dia dibesarkan dari keluarga yang taat beribadah. Orangtuanya Soleman adalah Modin (Kaur Kesra) desa sedangkan ibunya adalah "putu Lurah Kaji", sehingga kewibawaan dan spiritualnya terjaga secara baik. Mempunyai adik dua orang yaitu Djasni (suaminya Modin Muhri) dan Djasman Sastro Atmodjo (Lurah 1959 s/d 1972).
Ngusman Sastro Taruno mempunyai 4 anak yang hidup (sebetulnya ada 12 anak). Ke empat anaknya adalah. H.Y. Hartiyo, Pangastuti, FX Waluyo dan Sri Utami. Waktu kecil dia mempunyai kakak angkat (anak dari pakde) yang bernama Pasilah, yang kemudian diperistri oleh orang Belanda yang bernama David, dan diboyong ke Belanda, meninggal disana dan dimakamkan Belanda. Dulu rumah Ibu Pasilah dan David itu berada di belakang Java mall Peterongan. Ibu Pasilah mempunyai 9 anak, diantaranya adalah Vent David (saya pernah bertemu dengan beliau tahun 1982). Adapun cucunya yang masih tinggal di Semarang adalah Hapy David (Kalau yang ini saya berkali-kali sudah ketemu).
Satro Taruno sangat menyukai kesenian djawa. Sering main tonil dan ketoprak dan pinter menabuh Gamelan. Darah seni ini mengalir ke anaknya(Hartiyo) juga sampai ke cucu-cucunya.
Sastro Taruno meninggal pada bulan Desember 1967, sehabis pulang dari sawah dan setelah solat asar, tidak ada keluhan sakit sebelumnya. Banyak nasehat-nasehat yang disampaikan ke anak-anaknya. Misalnya menasehati Hartiyo saat ingin masuk tentara(Wamil), dengan kata-kata bijksana sbb:
"Har, kowe tak sekolahke Guru ben dadi guru sing tenan-tenan Guru, ora dadi tentara".
Ada mantra yang disampaikan saat menasehati hartiyo muda agar percaya diri, sbb:
"Yen kowe pidato, sebuten japa "Adam Lungguh Allah teko" ". Dan banyak nasehat-nasehat seperti Golekono Galihi Kangkung, Tapaking Kunthul mabur, rosing Bumbung wongwang dll yg semuanya itu kenthal sekali dengan filsafat Jawa.
Saat Hartiyo muda ingin menjadi pengikut Katolikpun beliau menasehati " yen kuwi pilihanmu, yo ora popo, ta ijini, nangin yo kudu uripe luwih apik lan dadio uwong katolik sing sejati". Dan Sastro Taruno selalu memberikan referensi ke orang-orang sekitar desa yang ingin hidup "ayem tentrem". Pak Dhe Satro juga sering dimintai nasehat dan saran oleh orang desa disaat sakit mengalami sakit penyakit.

Senin, 08 Oktober 2007

DESA YANG KUCINTA

DESA YANG KUCINTA
Aku menyadari bahwa sari-sari yg ada dalam tanah desaku menjadikan aku tumbuh menjadi manusia dewasa.
Aku menyadari bahwa tubuhku dipenuhi dengan air, dan aku tidak akan lupa bahwa air yg ada dalam tubuhku adalah berasal dari mata air desaku, dimana aku dibesarkan.
Dan di desa itulah aku ditempa berbagai peristiwa yang mendewaskan aku. Aku bergaul akrab dengan sawah, sungai, domba, bebek, rumput dan pepohonan.
Aku masih ingat saat duduk dibangku SMP, saya diminta oleh Bu Guru untuk menyanyikan salah satu lagu, dan akupun menyanyikan lagu pemujaan terhadap desaku. Syairnya sebagai berikut:
  • Desa ku yang kucinta
  • Punjaan hatiku
  • Tempat ayah dan bunda
  • dan handai tolanku
  • Tak mudah ku lupakan
  • Tak Mudah Bercerai
  • Selalu kurindukan
  • Desa Ku yang Permai
Kenyataan desa Brongkol adalah desa yang subur makmur, dengan sawah yang hijau dan pohon durian yang memberikan penghasilan tahunan. Penduduknya sudah mempunyai kesadaran untuk menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi terkemuka. Sehingga tidak heran jika des brongkol dikenal dan berwibawa di daerah sekitarnya.

Senin, 01 Oktober 2007

Kumpulan Nasehat Eyang

Lebaran 2007 Untuk menjaga pasaduluran eyang wanti-wanti agar anggota keluarga nguri-uri ajaran Jowo. Ojo Dumeh .............(sugih, kuoso, bagus, ayu dll) harus lembah manah, andap asor. Terus disinggung juga Kaleografi Semar" Boyo Siro Harso Mardi Kamardikan Hawyo Samar Sumingkiring Durkamurkan". Urip ojo murko, itu dalah kunci urip sing tentrem ayem. Kalau di kitab suci, jangan ngabdi daging ananging Roh. Natalan 2004 Cerita Jam dan Lethong. Ada dua anak laki-laki dalam satu keluarga, karena sudah tua, bapaknya mengundang ke dua anaknya. Dan setelah banyak diberi nasehat, maka tiba saatnya memberikan sesuatu. Anak pertama diberi bingkisan kecil, dan anak yang kedua diberi bingkisan besar. Anak pertama ternyata mendapatkan jam emas, sedangkan anak kedua mendapatkan lethong (kotoran sapi). Setelah mendapatkan Jam emas, ternyata anak pertama hidupnya tidak nyaman, karena takut kalau jamnya dicuri. bagaimana deng anak kedua, ternaya mendapat lethong sapi, dia tidak marah. Berpikir positif dengn pemberian orang tua, dia berpikir bahwa orangtuanya pasti sayng sama anaknya, maka kali ini baru memberi lethongnya, pasti tahun depan akan meberi spinya. Bapak menasehati, bahwa hidup harus positif thinking, ora usah merinan, anangin harus selalu besyukur.