Rabu, 04 Juni 2008

NGUSMAN SASTRO TARUNO

Terlahir dengan nama Ngusman dilengkapi dengan nama tua Ngusman Satro Taruno, berasal dari desa Brongkol dari orang tua bernama Soleman. Selain petani, Ngusman juga bekerja sebagai Kami Tuo, serta mempunyai keahlian tukang, karena dulu sempat ikut Belanda membangun sarana prasaran saat itu. Kami tuo adalah penasehat Lurah, yang kebetulan Lurahnya adalah adiknya sendiri, namanya Djasman Sastro Atmodjo. Sosok Ngusman Sastro Taruno yang bisa dipanggil Pak Dhe Sastro, dikenal sebagai sosok yang bijaksana, santun, bertanggungjawab, tidak mudah marah, sangat sabar dan tekun beribadah. Maklum dia dibesarkan dari keluarga yang taat beribadah. Orangtuanya Soleman adalah Modin (Kaur Kesra) desa sedangkan ibunya adalah "putu Lurah Kaji", sehingga kewibawaan dan spiritualnya terjaga secara baik. Mempunyai adik dua orang yaitu Djasni (suaminya Modin Muhri) dan Djasman Sastro Atmodjo (Lurah 1959 s/d 1972).
Ngusman Sastro Taruno mempunyai 4 anak yang hidup (sebetulnya ada 12 anak). Ke empat anaknya adalah. H.Y. Hartiyo, Pangastuti, FX Waluyo dan Sri Utami. Waktu kecil dia mempunyai kakak angkat (anak dari pakde) yang bernama Pasilah, yang kemudian diperistri oleh orang Belanda yang bernama David, dan diboyong ke Belanda, meninggal disana dan dimakamkan Belanda. Dulu rumah Ibu Pasilah dan David itu berada di belakang Java mall Peterongan. Ibu Pasilah mempunyai 9 anak, diantaranya adalah Vent David (saya pernah bertemu dengan beliau tahun 1982). Adapun cucunya yang masih tinggal di Semarang adalah Hapy David (Kalau yang ini saya berkali-kali sudah ketemu).
Satro Taruno sangat menyukai kesenian djawa. Sering main tonil dan ketoprak dan pinter menabuh Gamelan. Darah seni ini mengalir ke anaknya(Hartiyo) juga sampai ke cucu-cucunya.
Sastro Taruno meninggal pada bulan Desember 1967, sehabis pulang dari sawah dan setelah solat asar, tidak ada keluhan sakit sebelumnya. Banyak nasehat-nasehat yang disampaikan ke anak-anaknya. Misalnya menasehati Hartiyo saat ingin masuk tentara(Wamil), dengan kata-kata bijksana sbb:
"Har, kowe tak sekolahke Guru ben dadi guru sing tenan-tenan Guru, ora dadi tentara".
Ada mantra yang disampaikan saat menasehati hartiyo muda agar percaya diri, sbb:
"Yen kowe pidato, sebuten japa "Adam Lungguh Allah teko" ". Dan banyak nasehat-nasehat seperti Golekono Galihi Kangkung, Tapaking Kunthul mabur, rosing Bumbung wongwang dll yg semuanya itu kenthal sekali dengan filsafat Jawa.
Saat Hartiyo muda ingin menjadi pengikut Katolikpun beliau menasehati " yen kuwi pilihanmu, yo ora popo, ta ijini, nangin yo kudu uripe luwih apik lan dadio uwong katolik sing sejati". Dan Sastro Taruno selalu memberikan referensi ke orang-orang sekitar desa yang ingin hidup "ayem tentrem". Pak Dhe Satro juga sering dimintai nasehat dan saran oleh orang desa disaat sakit mengalami sakit penyakit.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Wah kaget juga bisa nemu blog nya pak Tyas, saya dulu murid di SMP PL,(saya di PL kelas 1 s.d 2 th 84-86) dan pernah dtolong pak tyas waktu sakit gigi kelas 2, jagonya pijet sampe sakit ilang,
maju terus, kalo gak salah ingat saya sekelas sama anak bapak Tyas,

BoniSEFP mengatakan...

Wah...saya juga kaget bisa nemu blog Tyas big family.
Saya juga temannya Tyas (Tyas nomer 2) waktu SMA di solo tahun 1980-1983). Apa kabar Tyas?